Pemanasan global telah berdampak pada Everest, puncak tertinggi di
dunia dengan ketinggian mencapai 8.848 meter di atas permukaan laut,
yang berlokasi di Pegunungan Himalaya, perbatasan China dan Nepal.
Dalam
sebuah konferensi yang berlangsung di Cancun, Meksiko, Selasa
(14/5/2013) kemarin, Sudeep Thakuri dari University of Milan di Italia
mengatakan bahwa dalam penelitiannya banyak es di Everest yang telah
meleleh.
Diberitakan Livescience, Selasa, pelelehan es
yang terjadi di Everest mencapai 13 persen. Sementara itu, batas wilayah
bersalju di Everest naik hingga 180 meter. Artinya, semakin sedikit
wilayah yang ditutupi salju.
Thakuri dan rekannya melakukan
penelitian pada perubahan gletser, temperatur, dan curah hujan di
Everest dan sekitar Taman Nasional Sagarmatha, wilayah Himalaya yang
dilindungi dan berlokasi di Nepal.
Tim menemukan, gletser di
wilayah tersebut telah mengalami penurunan sejak tahun 1962. Lebih
lanjut, Thakuri dan rekannya menyatakan bahwa curah hujan telah turun
100 milimeter, sementara temperatur telah naik 0,6 derajat Celsius sejak
tahun 1992.
Thakuri menduga bahwa pelelehan yang terjadi di
Everest adalah akibat dari pemanasan global. Meski demikian, Thakuri
belum bisa menghubungkan secara pasti pelelehan dengan fenomena
perubahan iklim.
Turunnya gletser dan pelelehan es di Himalaya
menyita banyak perhatian ilmuwan. Banyak yang menyerukan bahwa apa yang
terjadi di Himalaya adalah bukti nyata perubahan iklim yang banyak
dipengaruhi oleh aktivitas manusia.
Beberapa studi telah
mengungkap bahaya dari terus naiknya suhu Bumi. Studi terbaru menyatakan
bahwa peningkatan suhu Bumi akan menyebabkan setengah dari total
spesies tumbuhan dan sepertiga dari total spesies hewan terancam. Emisi
CO2 yang memengaruhi pemanasan suhu Bumi kini telah mencapai titik
tertinggi dalam 3 juta tahun terakhir.
Disadur dari: KOMPAS.com
0 komentar:
Posting Komentar