Senin, 10 Juni 2013

SISTEM KOLOID PADA MARSHMALLOW



 

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Koloid sangat banyak kita gunakan dalam hal makanan atau benda-benda yang biasa kita pakai. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menemukan produk-produk yang sejatinya terdiri dari campuran beberapa zat. Namun, zat-zat itu bisa tercampur secara merata atau homogen sehingga kita bisa merasakannya apalagi melihatnya. Dalam kehidupan itulah koloid juga banyak ditemukan.
Yang mampu meratakan atau menyatukan dua zat itu adalah sebuah sistem yang berada pada produk yang menggunakan sistem koloid. Koloid ada namun keberadaannya kerap kali tak terlihat oleh kasat mata.
Koloid sudah menjadi sesuatu yang tak bisa dipisahkan dari dunia industri yang juga akan dikembalikan pada kehidupan sehari-hari. Tanpa adanya koloid akan ada banyak zat yang susah tercampur sehingga tidak bisa digunakan dengan mudah. Jika dilihat dari aplikasi koloid dalam dunia industri, salah satu produknya yaitu Marshmallow.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1.        Apakah pengertian dari koloid?
2.        Apa sajakan jenis-jenis koloid?
3.        Apa sajakan sifat-sifat koloid?
4.        Bagaimana cara pembuatan koloid?
5.        Bagaimana sistem koloid pada Marshmallow?

C.      Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.        Mengetahui pengertian dari koloid.
2.        Mengetahui jenis-jenis koloid.
3.        Mengetahui sifat-sifat koloid.
4.        Mengetahui cara pembuatan koloid.
5.        Memahami sistem koloid pada Marshmallow.

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Koloid
Istilah koloid pertama kali diutarakan oleh seorang ilmuwan Inggris, Thomas Graham, sewaktu mempelajari sifat difusi beberapa larutan melalui membran kertas perkamen. Graham menemukan bahwa larutan natrium klorida mudah berdifusi sedangkan kanji, gelatin, dan putih telur sangat lambat atau sama sekali tidak berdifusi. Zat-zat yang sukar berdifusi tersebut disebut koloid.
Tahun 1907,  Ostwald, mengemukakan istilah sistem terdispersi bagi zat yang terdispersi dalam medium pendispersi. Analogi dalam larutan, fase terdispersi adalah zat terlarut, sedangkan medium pendispersi adalah zat pelarut. Sistem koloid termasuk salah satu sistem dispersi. Sistem dispersi lainnya adalah larutan dan suspensi.   Larutan merupakan sistem dispersi yang ukuran partikelnya sangat kecil, sehingga tidak dapat dibedakan antara partikel dispersi dan pendispersi. Sedangkan suspensi merupakan sistem dispersi dengan partikel berukuran besar dan tersebar merata dalam medium pendispersinya . Sistem Koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaannya terletak antara larutan dan suspensi (campuran kasar). Secara makroskopis koloid tampak homogen, tetapi secara mikroskopis bersifat heterogen. Campuran koloid umumnya bersifat stabil dan tidak dapat disaring. Ukuran partikel koloid terletak antara 1 nm-10 nm.
Koloid merupakan campuran 2 fase yang terdiri dari fase terdispersi dan medium pendispersi. Fase terdispersi merupakan zat yang didispersikan dan bersifat diskontinu (terputus-putus), sedangkan medium untuk mendispersikan disebut medium pendispersi dan berisfat kontinu.

B.       Jenis-Jenis Koloid
sistem koloid terdiri atas dua fasa, yaitu fasa terdispersi dan fasa pendispersi (medium dispersi).  Sistem koloid dapat dikelompokkan berdasarkan jenis fasa terdispersi dan fasa pendispersinya.




Tabel jenis koloid



 






C.      Sifat Koloid
1)      Efek Tyndall
Jika seberkas cahaya dilewatkan pada suatu sistem koloid, maka cahaya tersebut akan dihamburkannya sehingga berkas cahaya tersebut akan kelihatan. Sedangkan jika cahaya dilewatkan pada larutan sejati maka cahaya tersebut akan diteruskannya . Sifat koloid yang seperti inilah yang dikenal dengan efek tyndall dan sifat ini dapat digunakan untuk membedakan koloid dengan larutan sejati. Gejala ini pertama kali ditemukan oleh Michael Faradaykemudian diselidiki lebih lanjut oleh  John Tyndall (1820 – 1893), seorang ahli Fisikabangsa Inggris.
Efek Tyndall juga dapat menjelaskan mengapa langit pada siang hari berwarna biru sedangkan pada saat matahari terbenam, langit di ufuk barat berwarna jingga atau merah. Hal itu disebabkan oleh penghamburan cahaya matahari oleh partikel koloid di angkasa dan tidak semua frekuensi dari sinar matahari dihamburkan dengan intensitas sama.
Jika intensitas cahaya yang dihamburkan berbanding lurus dengan frekuensi, maka pada waktu siang hari ketika matahari melintas di atas kita frekuensi paling tinggi (warna biru) yang banyak dihamburkan, sehingga kita melihat langit berwarna biru. Sedangkan ketika matahari terbenam, hamburan frekuensi rendah (warna merah) lebih banyak dihamburkan,  sehingga kita melihat langit berwarna jingga atau merah.
Gejala efek tyndall yang dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut:
·      Sorot lampu mobil pada malam yang berkabut
·      Sorot lampu proyektor dalam gedung bioskop yang berasap dan berdebu
·      Berkas sinar matahari melalui celah pohon-pohon pada pagi yang berkabut
2)      Gerak Brown
Gerak brown merupakan gerak patah-patah (zig-zag) partikel koloid yang terus menerus dan hanya dapat diamati dengan mikroskop ultra. Gerak brown terjadi sebagai akibat tumbukan yang tidak seimbang dari molekul-molekul medium terhadap partikel koloid.Dalam suspensi tidak terjadi gerak Brown karena ukuran partikel cukup besar, sehingga tumbukan yang dialaminya setimbang. Partikel zat terlarut juga mengalami gerak Brown, tetapi tidak dapat diamati. Semakin tinggi suhu, maka gerak brown yang terjadi juga semakin cepat, karena energi molekul medium meningkat sehingga menghasilkan tumbukan yang lebih kuat.
Gerak Brown merupakan faktor penyebab stabilnya partikel koloid dalam medium dispersinya. Gerak brown yang terus menerus dapat mengimbangi gaya gravitasi sehingga partikel koloid tidak mengalami sedimentasi (pengendapan).

3)      Elektroforesis
Partikel koloid dapat bergerak dalam medan listrik karena partikel koloid bermuatan listrik. Pergerakan partikel koloid dalam medan listrik ini disebut elektroforesis. Jika dua batang elektrode dimasukkan kedalam sistem koloid dan kemudian dihubungkan dengan sumber arus searah, maka partikel koloid akan bergerak kesalah satu elektrode tergantung pada jenis muatannya. Koloid bermuatan negatif akan bergerak ke anode (elektrode positif) sedang koloid bermuatan positif akan bergerak ke katode (elektrode negatif).
Elektroforesis dapat digunakan untuk mendeteksi muatan partikel koloid. Jika partikel koloid berkumpul dielektrode positif berarti koloid bermuatan negatif, jika partikel koloid berkumpul dielektrode negatif bearti koloid bermuatan positif. Peristiwa elektroforesis ini sering dimanfaatkan kepolisian dalam identifikasi/tes DNA pada jenazah korban pembunuhan/ jenazah tak dikenal
4)      Adsorpsi
Adsorpsi  adalah peristiwa di mana suatu zat menempel pada permukaan zat lain, seperti ion H+ dan OH-  dari medium pendispersi. Untuk berlangsungnya adsorpsi, minimum harus ada dua macam zat, yaitu zat yang tertarik disebut adsorbat, dan zat yang menarik disebut  adsorban. Apabila terjadi penyerapan ion ada permukaan partikel koloid maka partikel koloid dapat bermuatan listrik yang muatannya ditentukan oleh muatan ion-ion yang mengelilinginya.
Partikel koloid mempunyai kemampuan menyerap ion atau muatan listrik pada permukaannya. Oleh karena itu partikel koloid bermuatan listrik. Penyerapan pada permukaan ini disebut dengan adsorpsi. Contohnya sol Fe(OH)3 dalam air mengadsorpsi ion positif sehingga bermuatan positif dan sol As2S3 mengadsorpsi ion negatif sehingga bermuatan negatif. Pemanfaatan sifat adsorpsi koloid dalam kehidupan antara lain dalam proses pemutihan gula tebu, dalam pembuatan norit (tablet yang terbuat dari karbon aktif) dan dalam proses penjernihan air dengan penambahan tawas.
5)      Koagulasi
Koagulasi adalah peristiwa pengendapan atau penggumpalan koloid. Koloid distabilkan oleh muatannya. Jika muatan koloid dilucuti atau dihilangkan, maka kestabilannya akan berkurang sehingga dapat menyebabkan koagulasi atau penggumpalan. Pelucutan muatan koloid dapat terjadi pada sel elektroforesis atau jika elektrolit ditambahakan ke dalam system koloid. Apabila arus listrik dialirkan cukup lama kedalam sel elektroforesis, maka partikel koloid akan digumpalkan ketika mencapai electrode. Koagulasi koloid karena penambahan elektrolit terjadi karena koloid bermuatan positif menarik ion negative dan koloid bermuatan negative menarik ion positif. Ion-ion tersebut akan membentuk selubung lapisan kedua. Jika selubung itu terlalu dekat, maka selubung itu akan menetralkan koloid sehingga terjadi koagulasi. Beberapa contoh peristiwa koagulasi dalam kehidupan sehari-hari adalah:
·         Pembentukan delta di muara sungai karena koloid tanah liat dalam air sungai mengalami koagulasi ketika bercampur dengan elektrolit dalam air laut.
·         Karet dalam latek digumpalkan dengan menambahkan asam formiat
·         Lumpur koloidal dalam air sungai dapat digumpalkan dengan menambahkan tawas
·         Asap atau debu pabrik dapat digumpalkan dengan alat koagulasi listrik dari cottrel.
D.      Pembuatan Koloid
a)    Cara kondensasi
Dengan cara kondensasi partikel larutan sejati bergabung menjadi partikel koloid. Cara ini dapat dilakukan melalui reaksi-reaksi kimia seperti reaksi redoks, hidrolisis, dekomposisi rangkap, atau dengan pergantian pelarut.
1.      Reaksi subtitusi
Misalnya larutan natrium tiosulfat direaksikan dengan larutan asam klorida , maka akan terbentuk belerang. Partikel belerang akan bergabung menjadi semakin besar sampai berukuran koloid sehingga terbentuk sel belerang. Seperti reaksi
Na2SO3(aq) + 2HCl(aq) →2 NaCl(aq)+ H2O(l) + S(s)
2.      Reaksi Hidrolisis
Reaksi hidrolisis adalah reaksi suatu zat dengan air. Sol Fe(OH)3 dibuat melalui hidrolisis larutan FeCl3, yaitu dengan memanaskan larutan FeCl3. Hidrolisis larutan AlCl3 akan menghasilkan koloid Al(OH)3. Reaksinya adalah:
FeCl3(aq) + 3H2O(l) → Fe(OH)3(s) +3HCl(aq)
AlCl3(aq) + 3 H2O(l)  → Al(OH)3(s) + 3HCl(aq)
3.      Reaksi Redoks
Reaksi redoks adalah reaksi yang disertai perubahan bilangan oksidasi. Pembuatan sol belerang dari reaksi antara hidrogen sulfida (H2S) dengan belerang dioksida (SO2), yaitu dengan mengalirkan gas H2S kedalam larutan SO2
2H2S(g) + SO2(aq) → 2H2O(l) + 3S (s)
4.      Reaksi Dekomposisi Rangkap
Contohnya adalah pembuatan sol As2S3 dengan mereaksikan larutan H3AsO3 dengan larutan H2S. Reaksinya adalah sebagai berikut:
2H3AsO3(aq) + 3H2S(aq) → As2S3(s) + 6H2O(l)
5.      Penggantian Pelarut
Cara ini dilakukan dengan menggnti medium pendispersi sehingga fase terdispersi yang semula larut menjadi berukuran koloid. Misalnya larutan jenuh kalsium asetat jika dicampur dengan alcohol akan terbentuk suatu koloid berupa gel.
b)        Cara dispersi
Dengan cara dispersi partikel kasar dipecah menjadi partikel koloid. Cara dispersi dapat dilakukan secara mekanik, peptisasi, atau dengan loncatan bunga listrik(busur bredig).
1.      Cara mekanik
Dengan cara ini, butir-butir kasar  digerus dengan lumpang, sampai diperoleh tingkat kehalusan tertentu, kemudian diaduk dengan medium pendispersi. Contoh pembuatan sol belerang dengan menggerus serbuk belerang bersama zat inert seperti gula pasir, kemudian mencampur dengan air.
2.      Cara peptisasi
Cara peptisasi adalah pembuatan koloid dari butir-butir kasar atau dari suatu endapan dengan bantuan zat pemecah (pemeptisasi).
3.      Cara busur bredig
Cara busur bredig digunakan untuk membuat sol-sol logam. Logam yang akan dijadikan koloid digunakan sebagai elktrode yang dicelupkan kedalam medium dispersi, kemudian diberi loncatan listrik dikedua ujungnya. Mula-mula atom logam akan terlempar kedalam air, lalu atom tersebut mengalami kondensasi sehingga membentuk partikel koloid. Jadi cara busur bredig ini merupakan gabungan cara disperse dan kondensasi.














E.       Sistem Koloid Pada Marshmallow
*        Pengertian Marshmallow
Marshmallow adalah makanan ringan bertekstur seperti busa yang lembut dalam berbagai bentuk, aroma dan warna. Marshmallow bila dimakan meleleh di dalam mulut karena merupakan hasil dari campuran gula atau sirup jagung, putih telur, gelatin, gom arab, dan bahan perasa yang dikocok hingga mengembang. Resep tradisional marshmallow tidak menggunakan gelatin, melainkan sari akar tanaman semak marshmallow (Althea officinalis), sehingga penganan ini disebut marshmallow.
Sumber gambar: http://www.wikipedia.com/marshmallow
 








Setelah Alex Doumak mempatenkan proses ekstrusi di tahun 1948, marshmallow mulai dibuat di pabrik dengan mesin ekstrusi. Hasilnya berupa marshmallow berbentuk silinder yang dipotong-potong dan diguling-gulingkan dalam campuran tepung jagung dan gula halus. Marshmallow disukai anak-anak maupun orang dewasa, bisa dimakan begitu saja, dimasukkan ke dalam minuman (cokelat susu, café mocha), dibuat kue dan gula-gula (biskuit Mallomars, Peeps), atau sebagai penghias hidangan penutup. Marshmallow merupakan makanan ringan yang sering dimakan setelah dipanggang di atas api unggun. Bila dipanggang di atas api, bagian luar marshmallow mengalami karamelisasi sedangkan bagian dalam sedikit mencair. Lama pemanggangan bergantung pada selera, mulai dari sedikit berubah warna hingga marshmallow menyala dan sedikit gosong.
*        Marshmallow Modern
Marshmallow Jet-puffed, dibuat oleh Kraft, diperkenalkan pada awal 1950-an. Mereka menggunakan teknik baru, di mana semua bahan telah dicampur bersama selama proses pemanasan. Marshmallow kemudian didinginkan sebelum diekstrusi.
*        Sejarah dan Perkembangan Marshmallow
Nama marshmallow berasal dari tanaman marsh mallow (Althea officinalis). Akar tanaman marsh mallow lengket, putih, hampir seperti jelly. Marshmallow adalah permen yang berasal dari  Mesir, sekitar tahun 2000 SM. Orang-orang Mesir kuno yang diyakini telah menemukan herbal yang tumbuh liar di rawa dimana ada zat manis yang bisa diekstrak dan dibuat menjadi gula-gula yang sangat khusus disediakan hanya untuk firaun. Orang-orang Mesir menggunakan permen berbasis madu dan melapisi dengan getah tanaman marsh mallow (Althea officinalis). Orang-orang Yunani, (dan, kemudian, Arab dan India) menggunakan marshmallow untuk tujuan pengobatan misalnya sebagai bahan untuk obat batuk. Menurut Tim Richardson dalam Sweets: A History of Candy, di era abad pertengahan, potongan-potongan akar marsh mallow digunakan  sebagai pemanis dan juga diresepkan untuk masalah kencing manis.
Transisi marshmallow tradisional ke marshmallow modern dimulai oleh Perancis sekitar tahun 1850. Campuran putih telur, air, dan gula atau sirup jagung, dengan getah akar marsh mallow sebagai bahan pengikat lalu dipanaskan . Marshmallow yang dibentuk dalam cetakan Marshmallowsdusted dengan pati jagung. Dengan peralatan dan metode yang sudah modern, pada tahun 1900 marshmallow pertama kali dijual sebagai permen. Secara bertahap, akar marsh mallow diganti dengan gelatin sebagai pengikat, tapi permen tetap sebagai nama lama. Dan penggunaan putih telur dalam marshmallow  digunakan setelah banyak terjual ke pasaran. Seakarang ini marshmallow terbuat dari gula, sirup jagung, gelatin, tepung maizena, gula confectioners dan flavorings (termasuk garam). Madu, air dan gula invert juga dapat digunakan. Bahkan ada marshmallow bebas gula dibuat dengan Maltitol.
Popularitas marshmallow tumbuh dan pembuat permen di Eropa memerlukan proses yang lebih cepat dari tangan karena marshmallow yang sudah mulai disukai oleh masyarakat pada saat itu. Pembuata marshmallow juga dikembangkan dengan  memanaskan campuran akar marsh mallow, gula, putih telur dan air dan menuangkan ke dalam cetakan yang terbuat dari tepung jagung. Dalam dunia kesehatan,  juga mengekstraksi getah dari akar tanaman, dimasak dengan putih telur, gula, dan dikocok ke dalam meringue yang mengeras menjadi permen obat untuk meredakan sakit tenggorokan, menekan batuk, dan menyembuhkan luka enhancer. Pada tahun 1948, Alex Doumakes (putra pendiri Doumak, Inc, pembuat Campfire marshmallow) mematenkan proses “ekstrusi” yang jauh merevolusi produksi marshmallow – membuatnya menjadi cepat dan efisien. Proses ini melibatkan pengambilan bahan marshmallow dan menjalankannya melalui tabung. Setelah itu bahan dipotong-potong dengan ukuran yang sama, didinginkan, dan dikemas. Berkat penemuan Alex tersebut menyebabkan marshmallow menjadi manis.
*        Cara Kerja Koloid pada Pembuatan Marshmallow

Penjelasan ilmiah mengenai aplikasi sistem koloid pada kasus marshmallow. Pada prinsipnya, pembuatan marshmallow adalah menghasilkan gelembung udara secara cepat dan menyerapnya sehingga terbentuk busa yang stabil (aerated confections). Dalam hal ini gelatin memiliki peran yang sangat besar yaitu :
ü  Menurunkan tegangan permukaan lapisan pertemuan udara-cairan sehingga memudahkan pembentukan busa
ü  Menstabilkan busa yang terbentuk dengan cara meningkatkan kekentalan
ü  Membentuk busa karena sifat jel-nya
ü  Sifat koloid-nya mencegah terjadinya kristalisasi gula sehingga produk yang dihasilkan lembut dan tahan lama.
Gelatin adalah protein yang diperoleh dari jaringan kolagen hewan yang terdapat pada kulit, tulang dan jaringan ikat. Gelatin yang ada di pasaran umurnnya diproduksi dari kulit dan tulang sapi atau babi. Gelatin digunakan pada industri makanan, farmasi, obat-obatan. dan industri lainnya. Penggunaan di bidang pangan diantaranya untuk produk permen, coklat, hasil olah susu, es krim dan produk daging.



Sumber gambar: http://www.wikipedia.com/gelatin
 







Dalam produk-produk pangan gelatin terutama karena kemarnpuannya sebagai penstabil dan pengernulsi produk-produk pangan. Sebagai pengemulsi artinya gelatin dapat membuat atau mencampur minyak dan air rnenjadi carnpuran yang rnerata. Sebagai penstabil, artinya carnpuran tersebut stabil atau tidak pecah selama penyirnpanan.
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan marshmallow adalah air dingin, gelatin, sirup jagung, granulated sugar, garam, ekstrak vanila, tepung jagung, gula bubuk dan pewarna makanan (jika diperlukan). Sehingga bahan dasar untuk pembuatan Marshmallow dibagi menjadi  dua kategori utama yaitu: pemanis dan agen pengemulsi. Pemanis termasuk sirup jagung, gula, dan dekstrosa. Proporsional komposisi untuk sirup  jagung  dan gula lebih banyak sirup jagung, hal ini di  karenakan  akan meningkatkan kelarutan (kemampuan untuk melarut) dan menghambat kristalisasi. Pati jagung, pati modifikasi, air, agar-agar, dan / atau putih telur dikocok digunakan dalam berbagai kombinasi. Kombinasi ini yang nantinya menentukan tekstur dan bentuk marshmellow. Kombinasi bahan ini yang  bertindak sebagai agen pengemulsi dengan mempertahankan distribusi lemak dan menyediakan aerasi yang membuat marshmallow mengembang. Gum, diperoleh dari tanaman, juga dapat bertindak sebagai emulsifier dalam marshmallow, tetapi juga penting sebagai agen gelling. Marshmallow biasanya mempunyai warna putih sebagai warna alaminya, sehingga jika marshmallow memiliki warna tertentu terdapat penambahan pewarna kedalam Marshmallow tersebut.














BAB III
PANUTUP
A.      Kesimpulan
Marshmallow termasuk kedalam koloid buih padat karena fase terdispersi dari gas yakni busa-busanya yang lembut serta medium pendispersi marsmallow adalah padat yaitu seperti yang dapat kita lihat wujudnya padat dengan berbagai macam bentuk.



DAFTAR PUSTAKA

http://www.anneahira.com/koloid.htm Diakses pada tanggal 1 juni 2013